MOTIF UKIRAN MINANGKABAU

Oleh : Zulfikri

PERAN KATA-KATA DALAM UKIRAN

Falsafah atau pandangan hidup masyarakat adat Minagkabau adalah “adat basandi syarak syarak basandi kitabullah” (ABS-SBK) “syarak mangato, adat mamakai, alam takambang jadi guru”Dalam hal ini akal dan budi, keluasan perasaan budi sangat berperan, “manusia tahan kieh, binatang tahan lacuik, kilek baliung alah ka kaki, kilek kaco alah kamuko, tagisia lah labiah bak kanai, tasinggung labiah bak jadi”. Pepatah tersebut menuntut kearifan dan kebijaksanaan manusia dalam berkata bertindak dan bekerja. Sehingga disebut pula dalam adat “nan bagarih babalabeh” sebagai hasil kearif bijaksanaan sebagai berikut :

Basilek diujung lidah
Malangkah dipangka karih
Bamain diujuang padang
Tahu dikieh kato putuih
Tahu digelek kato abih
Tahu diereang jo gendeang
Sarato kurenah jo baenah
Tahu dirunciang ka mancucuak
Tahu dirantiang kamalantiang
Tahu didahan kamahimpok
Tahu digantiang nan kaputuih
Tahu dicondong kamahimpik
Tahu dibiang nan katabuak
Tahu diunah kamahambek
Tahu dibayang kato sampai

Dalam melahirkan motif-motif dasar ukiran juga terdapat ungkapan adat atau pepatah petitihnya sebagai pangkal tolak renungan seni ukir Minangkabau. Lanjutkan membaca “MOTIF UKIRAN MINANGKABAU”

Peranan dan Kedudukan Perempuan Melayu dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau di Sumatera Barat

Oleh: HERMAYULIS

ABSTRAK

Kedudukan bundo kanduang dalam undang-undang Minangkabau bukan sahaja sebagai penentu zuriat, tetapi juga penguasa rumah gadang dan pemilik harta pusaka, maka ia juga berperanan yang tertonjol sebagai penyimpan hasil usaha ekonomi keluarga. Sehubungan itu, banyak perwatakan diharapkan daripadanya. Antaranya ia harus bersifat yang benar, jujur dan cerdik, selain

arif lagi penyabar.

Kata kunci: Bundo kanduang, undang-undang adat Minangkabau, rumah gadang

ABSTRACT

The position of bundo kanduang in Minangkabau customary law is not only that as determinant of descendants, but also manager of rumah gadang and owner of inherited property, thus playing a preeminent role in family economy. In this context, she is expected to possess many characteristics. Among them are that she must be right, honest, intelligent, besides wise and full of endurance.

Keywords: Bundo kanduang, Minangkabau customary law, rumah gadang

PENGENALAN

Sebelum memperkatakan peranan dan kedudukan perempuan dalam adat Melayu Serumpun, perlu disepakati dahulu tentang konsep Melayu Serumpun. Ia setidaknya dapat difahami dari dua makna: masyarakat Melayu Polinesia dan masyarakat atau suku-suku bangsa di Nusantara. Dalam makalah ini saya ingin memperkatakan Melayu Serumpun dalam rangka masyarakat atau suku-suku bangsa di Nurantara.

Bila menyentuh “perempuan” akan ditemui dua istilah untuk jenis kelamin ini. Satu daripadanya ialah “wanita”. Memperhatikan rasa bahasa dan semantik dalam bahasa Minangkabau, saya memilih istilah “perempuan”. C. van Vollenhoven dalam literatur hukum adat di Indonesia menyatakan Nusantara dibahagikan kepada sembilan belas kelompok masyarakat hukum adat. Ini bermakna ada sembilan belas kumpulan masyarakat menganuti hukum adat yang berbeza antara satu dengan yang lain di Indonesia. Setiap masyarakat itu mempunyai hukum adat yang mengatur kehidupan dan pergaulan hidup dalam masyarakat yang berkenaan. Yang akan dijadikan tumpuan perbincangan dalam makalah ini ialah masyarakat yang mengikuti Adat Minangkabau.

Masyarakat Adat Minangkabau menjalankan kehidupan keluarga tertakluk kepada sistem matrilineal. Dalam sistem kekerabatan ini garis keturunan disusur galur mengikut keturunan ibu. Anak akan menjadi anggota kerabat ibunya dan memperolehi persukuan ibu. Dalam literatur tentang kemasyarakatan dinyatakan bahawa sistem kekerabatan matrilineal yang terbesar di dunia adalah

Minangkabau. Di Sumatera, masyarakat yang tertakluk kepada sistem matrilineal Minangkabau tidak hanya menduduki wilayah Sumatera Barat, tetapi juga provinsi Jambi, Riau dan Sumatera Utara. Di luar Sumatera, sistem kekerabatan yang hampir serupa itu dijumpai di kecamatan Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

KEDUDUKAN PEREMPUAN MINANGKABAU

Maksud kedudukan adalah martabat individu dalam masyarakat. Makalah ini khusus menghuraikan martabat perempuan dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat.

Dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, ada dua unsur yang disebut dalam dwi tunggal: mamak dan bundo kanduang (ibu soko dalam bahasa Melayu). Mamak adalah status (juga dinyatakan sebagai institusi) yang diberi kepada laki-laki dalam keturunan keluarga ibu. Termasuk dalam institusi

mamak adalah saudara laki-laki ibu, bapak saudara sebelah ibu, anak laki-laki dari pihak keturunan ibu. Menurut tambo,sejarah Minangkabau, bundo kanduang adalah institusi perempuan. Ia sangat penting. Dalam banyak tulisan, termasuk Tambo Alam Minangkabauyang ditulis Datoek Toeah (1984: 219),

bundo kanduang adalah penguasa perempuan yang diertikan sebagai ratu di Minangkabau. Makna bundo adalah ibu dan kanduang, sejati. Jadi, bundo kanduang adalah ibu sejati yang mempunyai sifat keibuan dan kepemimpinan.

Pengertian itu menyatakan bahawa perempuan ditempatkan sebagai pemilik sifat kepemimpinan. Peranan bundo kanduang dimainkan setiap perempuan di Minangkabau sehinggakan ia adalah panggilan kepada perempuan menurut adat Minangkabau..

Sebagai “pengantar” keturunan, perempuan harus menjaga diri dan menempatkan dirinya dalam aturan adat basandi Syara, tahu membezakan antara baik dan buruk, halal dan haram dalam hal makanan, dan banyak lagi perbuatan lahiriah lain. Bundo kanduang dalam masyarakat Minangkabau mempunyai tempat yang mulia, dikenali “pepatah adat” sebagaiBundo kaduang, limpapeh rumah nan gadang, pusek jalo kumpulan tali, sumarak di dalam kampuang, hiasan dalam nagari. Lanjutkan membaca “Peranan dan Kedudukan Perempuan Melayu dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau di Sumatera Barat”